Senin, 16 Mei 2011

model dakwah remaja

MODEL DAKWAH DI KALANGAN REMAJA DI INDONESIA

Titik sentral upaya kebangkitan ruhil Islam adalah kebangkitan para pemuda. Sebab pemuda-pemudilah sebagai tunggak atas tiang yang sangat diperlukan untuk mendekati mereka para pemikir atau berdialog dengan mereka secara kebapakan, tidak menyaingi mereka dan tidak selalu mencurigai mereka. Pemuda mukmin dan mukminah merupakan potensi termahal dalam ummah. Mereka adalah kekayaan ummah. Oleh sebab itu kita memberi sepenuh perhatian kepadanya kerana apabila perlekehkan mereka maka dengan siapa lagi mereka membangun dan memajukan agama dan umat?

Bila anak sering dikritik, dia belajar mengumpat
Bila anak sering dikasari, dia belajar berkelahi
Bila anak sering diejek, dia belajar pemalu
Bila anak sering dipermalukan, dia belajar merasa bersalah
Bila anak sering dimaklumi, dia belajar menjadi sabar
Bila anak sering disayangi, dia belajarmenghargai
Bila anak diterima dan diakrabi, dia akan menemui cinta.

Ungkapan puitis ini sangat menarik untuk direnungi bersama yang diutarakan oleh pakar pendidik kanak-kanak dalam buku (children learn what oney live).

Sikap orang tua atau ibu bapa yang terbaik adalah sebagaimana yang dirakamkan dalam kitab sucinya:

قال الله تعالى :"ياأيها الذين أمنوا إن من أزواجكم وأولدكم عدوالكم فاحذروهم وإن تعفوا وتصفحوا وتغفروا
فإن الله غفور رحيم".

Maksudnya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(surah 64: ayat 14)

Berupaya untuk membentuk keluarga bahagia dan konsep anak soleh, berupaya ke arah ini untuk kita telusuri ajaran yang terkandung kira-kira empat puluh tanggungjawab orang tua, masyarakat dan lembaga pendidikan islam demi untuk kesejahteraan lahiriah dan batiniah anak-anak atau remaja yang dimulai dari mencari jalan yang baik untuk menanam bibit unggul atau terpilih yang sesuai untuk pertumbuhannya (HR. Ibnu Majah, Daruquthni dan Al Hakim) sampai kepada wasiat terakhir untuk si anak.

Al-Quran dan Sunnah telah menjelaskan materi-materi pokok yang harus ditanamkan, dilatih dan dibiasakan serta diajarkan, dididik kepada anak-anak:

• Memilih calon jodoh yang baik
• Cari calon jodoh yang jauh pertalian darah
• Utamakan yang perawan
• Fungsi anak
• Berdoa waktu berjima’
• Sikap menyambut bayi perempuan
• Bergembira menyambut kelahiran anak
• Memberi nama yang baik
• Mengaqiqah
• Menyusui
• Mengkhitankan
• Menberi nafkah
• Lemah lembut dan kasih sayang
• Menanamkan rasa cinta sesama anak
• Memenuhi janji pada anak
• Tidak mengurangi hak anak
• Mendidik akhlak
• Menanamkan aqidah
• Melatih ibadah solat
• Berlatih adil
• Memisahkan tempat tidur anak lelaki dan perempuan
• Memerhati teman pergaulannya
• Mengajarkan Al- Quran
• Mengajarkan suruhan dan larangan Allah
• Menjauhkan anak-anak bermewah-mewah
• Memerhatikan tiga waktu aurah
• Mengajarkan olahraga
• Menghormati anak
• Menghibur keluarga
• Mencegah pergaulan bebas
• Menyuruh berpakaian taqwa
• Menjauhkan anak daripada bersikap buruk
• Menempatkan anak-anak pada suasana yang baik
• Memperkenalkan kaum kerabat kepada anak-anak
• Mendidik berjiran dan bermasyarakat
• Membantu anak untuk berkahwin
• Bersabar ketika anak mendapat musibah
• Mendidik anak menyayangi binatang
• Menyuruh anak menegakkan amar makruf nahi mungkar
• Mewasiatkan agama pada anak

Selanjutnya dalam makalah ini sekelumit saya sampaikan model dakwah bina remaja di Indonesia, baik pengalaman di lapangan mahu pun ditangani langsung oleh lembaga-lembaga dakwah atau pun perguruan tinggi baik negeri mahu pun partikelir (swasta):

A Dakwah remaja melalui jalur perguruan tinggi

Kami selaku dosen agama islam fakultas sastera dan kebudayaan Universitas Gajah Mada setiap tahun ajaran baru atau penerimaan mana-mana siswi baru; mereka didata biografinya secara terperinci; latar belakang orang tua, pengalaman keagamaan “sudah melaksanakan ibadah atau belum”, kemudian dapat atau tidak membaca al-quran.

Dalam perkuliahan Agama Islam mereka dididik dan ditarbiyah sedemikian rupa dan diberi paket-paket dakwah yang memuat komponen-komponen ajaran Islam seperti (Akidah Islamiah, Syariah, Ibadat dan muamalah ).

Kuliah-kuliah bersifat kumulatif dalam memberikan nilai: mereka wajib melaksanakan:
1. Hadir minimal 75% tatap muka.
2. Resensi buku atau bedah buku karangan pakar Islam kaliber Internasional dalam pelbagai judul.
3. Membuat makalah untuk seminar berkelompok, minimal 3 orang atau lebih untuk membahas topik-topik pilihan (semua mahasiswa wajib membuat makalah dan hadir pada waktu yang ditetapkan).
4. Masing-masing membuat klipping / guntingan koran / majalah dijilid dengan rapi yang isinya menarik, memuat masalah aktual baik tentang Islam, teknologi kebudayaan, kesihatan dsb.
5. Mereka wajib bersedekah setiap akhir / tutup kuliah bersama-sama bakti sosial ke desa-desa dengan membawa tikar, lampu petromak, buku keIslaman dalam pelbagai judul untuk disumbangkan ke masjid–masjid yang miskin dan tidak jarang daripada yang terkumpul, dibelikan batu bata / lantai untuk masjid yang belum selesai pembangunannya. Puncak pertemuan di masjid adalah menyelenggarakan “Pengajian akhbar” bersama-sama Ahlul bait dan masyarakat sekitarnya.
6. Kemudian kuliah-kuliah agama Islam setiap minggu tiga hari wajib
mengikuti pagi sore hari kuliah asistan agama Islam yang materinya
antara lain belajar membaca Al-Quran, praktik solat, Fuqhunnisa
(Khusus Akhawat) pengalaman aqidah.
7. Diskusi pannal ditunjuk / dipilih mahasiswa yang dedikasi dan
intelektualnya tinggi membuat majalah–majalah ilmiah seperti: Konsep
Islamiah Ilmu Pengetahuan, Pandangan islam terhadap sekularisma,
Seni dalam pandangan Islam, Agenda permasalah umat dan
sebagainya.
.
B Dakwah Remaja melalui masjid

Masjid Kampung dan masjid Kampus berperanan sedemikian rupa dan para remaja terlibat sepenuhnya, baik selaku takmir maupun saksi– saksi yang dibuat dalam Organisasi Kemasjidan. Program-program dakwah yang ditawarkan untuk membina remaja Iman dan Islam dengan melakukan kegiatan–kegiatan:

1 Melakukan peringatan–peringatan Hari Besar Islam di masjid seperti Peringatan Maulidur Nabi saw, Peringatan I Muharam (Tahun baru hijrah ), Peringatan Nuzulul Quran, Peringatan berdirinya masjid dan setiap hari raya masing–masing masjid di Indonesia menyelenggarakan ceramah umum dan upacara rasmi bersalaman dan saling maaf-memaafkan dengan istilah halal bi halal.
2 Lembaga-lembaga masjid atau organisasi remaja masjid pada tingkat kecamatan, kabupatan dan propinsi terbentuk dalam rangka kerjasama dakwah dan sosial kemasyarakatan.
3 Training-training yang diikuti remaja masjid dengan bobot materi penataran atau latihan dimaksud berkisar sekitar:

1. Management masjid dan Management dakwah.
2. Metodologi dan strategi dakwah dalam menghadapi sosial.
3. Retorika dakwah dan kursus ketrampilan .
4. Sirah nabawiyah .
5. Aqidah Islamiah .
6. Psikologi Dakwah dan Public Relation.
7. Ukhuwwah Islamiah.
8. Hikmah dan tujuan pernikahan
9. Problematika dunia Islam .
10.Praktik-praktik dakwah, diskusi, sembahyang malam, menghafal
ayat- ayat pilihan.
11.Survel lapangan dan pembuatan program.

C Pendekatan Dakwah secara umum

Upaya memupuk, membina dan memelihara keimanan remaja di Indonesia, model-model pendekatan yang terbaru telah dilakukan baik melalui jalur dakwah informasi maupun semi pendidikan formal seperti;

1. Mendirikan Pusat Kajian Islam yang diterima oleh para mahasiswa, pendidikan selama dua tahun dengan diberi nama Ma’had Islamy, pesentrena/ pondok Mahasiswa, masing-masing bertempat di masjid dan 1 buah sudah mempunyai gedung ( Aji Mahasiswa), peminatnya tidak bisa ditampung maka terpaksa diseleksi, yang mengikuti mahasiswa yang merengkuh kuliah dari perguruan tinggi umum seperti Fakulti Kedoktoran, Teknik, Sospel, Ekonomi, Sasdaya dsb.
2. Bina remaja khusus dipilih mahasiswa yang nilai indeknya prestasinya minima 3 (tiga), ditampung atau bertempat tinggal diasrama atau kompleks: dan mereka diberi pengajian wajib seperti tafsir, hadith, fiqh tauhid dan kapita selekta serta mendatang pakar- pakar dari pelbagai disiplin ilmu. Diharapkan mereka para sarjana yang telah selesai nantinya mengembangkan wawasan keIslaman(Dakwah Islamiyah): usaha lain untuk memadukan pakar sains dan Islam tidak terjadi konflik, mereka wajib memperjuangkan agamanya menurut disiplin ilmunya masing-masing.
3. Membentuk Lembaga Kerpa Mubaligh Pedesaan ditangani remaja.

Hampir setiap Perguruan Tinggi Umum maupun Agama para
mahasiswa mempunyai lokasi khusus yang diberi nama “Desa Bina “ ertinya satu kaluharan (kenegeriaan, dibantu dalam wujud dakwah bil qalam, bil hal dan bil khitabah), juga pada acara hari raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha dakwah remaja bersama-sama ke desa bina memberikan zakat fitrah dan ternak korban untuk fuqara’ dan masa kini.

Pendekatan remaja /umum secara retorika dapat dikemukakan bahawa setiap idea atau gagasan, konsepsi yang dibicarakan di hadapan umum (massa), dianggap mencapai hasil yang dinilai sukses, manakala Audiensinya:

• Telah merasa seperti yang dibicarakan oleh pembicara.
• Telah berfikir dengan cara dan seperti pemikiran pembicara.
• Telah dapat memahami atau mengerti dengan baik isi pesan ( Idea) oleh pembicara (Orator).
• Telah sefaham atau sependapat dan mendukung isi pesan yang disampaikan.
• Telah yakin akan kebenaran idea yang dikemukakan oleh si pembicara.
• Telah bertindak mengamalkan isi pesan yang dimaksudkan.
• Dan telah bersedia berjuang dan berkorban untuk membela dan mempertahankan kebenaran isi pesan (massage) yang diungkapkan oleh pembicara.


KESIMPULAN

Pendekatan dakwah di kalangan remaja memakai method multi dimensional, baik melalui kajian-kajian intensif, melalui latihan kepimpinan dengan menyerahkan tugas tertentu, melalui media massa, tulisan ataupun uswatun hasanah. Mungkin perlu diuji cuba sebuah pilut projek Islamic Center yang dikelola sepenuhnya oleh remaja yang serba lengkap dengan fasilitas:

1. Ladoratorium.
2. Laboraronium.
3. Masjid.
4. Taman bacaan/ perpustakaan.
5. Radio ( Pemacar Radio Dakwah Remaja ).
6. Ruang diskusi atau seminar.
7. Pesantren seleksi bibit dari propinsi, Madrasah atau sekolah umum ( mereka dididik, dilatih dan dikader.
8. Perkebunan ataupun persenian perantohan.
9. Tempat latihan teknik terpakai.
10. Tempat Diklat (pendididikan latihan) berjanjan tingkat awal / menengah dan tinggi seperti latihan kepimpinan, karya tulisan ilmiah keagamaan dan para dai’e atau (du’at ).
11. Komputerisasi dan pemetaan Dakwah terlengkap yang memuatkan data kependudukan, pemeluk agama, lembaga – lembaga dakwah, jumlah masjid, mubaligh yatim piatu, fuqarak dan masakin, data desa tertinggal, jumlah remaja yang bersekolah, data kegiatan remaja Islam, tinggat pendidikan mahupun data pengnagguran dsb.

Demikianlah secercah tulisan yang mungkin kurang sempurna yang
dapat disajikan kepada para hadirin yang amat mulia ini, semoga dapat memberikan ilmu yang bermanfaat.

WABILLAHITTAUFIQ WAL HIDAYAH
WALLAHUL MUAFIQ ILA AQWAAMITHTHAARIQ
WASSALAMU’ALAIKUM WR.WB.

Selasa, 10 Mei 2011

rasa takut kepada allah.,.,.

Kehebatan Rasa Takut Kepada Allah

Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian,



Martabat manusia ditentukan oleh akhlaknya. Kematangan sikap dan peribadi bermula dari rumah tangga.

Menanamkan sikap yang jujur dan membentuk perangai umat mesti dimulai dengan menanam syakhsiah pada keluarga manakala pembinaan rohani anggota keluarga pula perlu dilaksanakan dengan agama.



Ia sebenarnya perlu dimulai dengan menanamkan rasa ”Khauf” atau takut sebagaimana firman Allah swt :



“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhan mereka dengan penuh rasa takut (khauf) dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. (QS As Sajdah : 16)



Perkataan “khauf” yang bererti takut telah disentuh di dalam Al Qur’an sebanyak 134 kali dan perkataan yang sinonim dengannya iaitu “Khasysyah” yang juga bererti takut terdapat sebanyak 84 kali.



Allah swt menjadikan kehidupan di dunia ini ibarat medan ujian yang mesti ditempuh oleh manusia.



Firman Allah swt tentang perkara tersebut :



“Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Al Mulk : 2)



Rasa takut (khauf) merupakan sifat kejiwaan dan kecenderungan fitri yang bersemayam di dalam hati manusia dan memiliki peranan yang penting dalam kehidupan kejiwaan manusia.



Sayyidina Ali bin Abi Talib ra berkata :



(MAN KHAAFA AAMANA), “Barangsiapa yang takut, aman!”



a. Kalau kita tidak takut hujan, kita tidak akan sediakan payung.

b. Apabila kita tidak takut sakit, kita tidak akan berusaha untuk meningkatkan kesihatan kita.

c. Apabila kita tidak takut negara rosak, maka kita tidak perlu memilih pemimpin yang baik.



Islam tidak memandang rasa takut yang ada dalam diri manusia sebagai aib yang mesti dihilangkan.



Namun demikian, rasa takut akan menjadi sesuatu yang buruk apabila seseorang tidak mampu mengatur dan menyalurkan rasa takutnya, apalagi bila rasa takut itu menjadi halangan kepada apa-apa kemajuan, penghambat kebebasan mengamalkan sunnah dan membiarkan kehormatan dirinya rosak.



Sayyidina Ali bin Abi Talib ra menasihati kita lagi :



“Kalau kamu bertekad melakukan sesuatu, maka harungilah …… kerana bayangan bencana terlihat lebih besar dari yang sebenarnya.”



Jadi, sesungguhnya menunggu datangnya sesuatu, tanpa bersiap sedia dan berbuat sesuatu sebenarnya lebih buruk dari sesuatu yang ditunggu itu sendiri.



Oleh kerana itu, lebih baik kita melakukan persiapan dan menyusun kekuatan batin menghadapi sesuatu yang akan datang.



Al Qur’an telah menggambarkan rasa takut yang timbul pada jiwa para rasul dan juga pada diri hamba-hamba Allah yang soleh, meskipun mereka adalah manusia pilihan yang terkenal suci dan bersih.



Allah swt berfirman menceritakan peristiwa keluarga Musa as ketika menghadapi kekejaman Fir’aun yang membunuh setiap anak-anak lelaki yang lahir kerana takut, jika generasi yang lahir itu, akan mengubah kekuasaan yang selama turun temurun telah berada di tangan keturunan Fir’aun itu.



Maka ketika Musa lahir, yang memang dipersiapkan oleh Allah swt untuk menggantikan kekuasaan Fir’aun, kepada ibu Musa diilhamkan oleh Allah swt sebagai berikut :



“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa : “Susukanlah dia, dan apabila kamu takut (khuatir), maka hanyutkanlah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu takut dan (jangan pula) bersedih hati kerana sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS Al Qashash : 7)



Rasa takut (khauf) adalah masaalah yang berkaitan dengan kejadian yang akan datang.



Seseorang hanya merasa takut jika :

1. Yang dibenci tiba.
2. Yang dicintai hilang.

Takut merupakan salah satu syarat iman dan kerelaan melaksanakan hukum-hukumnya.



Takut kepada Allah adalah rasa takut yang semestinya dimiliki oleh setiap hamba kerana rasa takut itu mendorong untuk :

1. Meningkatkan amal kebaikan.
2. Bersegera meninggalkan semua yang dilarangNya.

Rasa takut kepada Yang Maha Kuasa adalah salah satu tiang penyangga keimanan kepadaNya.



Dengan adanya rasa takut, timbul rasa harap (rajaa’) akan keampunan (maghfirah), lahir harapan tentang ‘inayah’ (pertolongan) serta rahmat Allah dan ridhaNya.



Sehingga hakikat “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin” benar-benar termatri dalam kalbu seorang hamba.



Di saat manusia merasakan getaran rasa takutnya kepada Allah, maka ketika itu bererti mereka memiliki rasa takut pula akan ancaman azab yang Allah sediakan bagi orang-orang yang durhaka kepadaNya.



Ma’rifah (pengetahuan) akan sifat Allah akan menghantarkan ke dalam pengetahuan tentang azabNya.



Seorang hamba yang soleh, berma’rifatullah dan merealisasikan hakikat kehambaannya dengan sentiasa mengamalkan perintahNya dan mengamalkan pula semua ajaran rasulNya, pasti akan memiliki rasa takut yang mendalam terhadap azab yang mengancamnya.



Sikap ini akan melahirkan kewaspadaan sehingga tidak ada amal atau perilaku yang mengarah kepada perkara-perkara yang menjadikan Allah murka dan menjadikan dirinya durhaka kepada Allah swt.



Allah swt berfirman :



“Katakanlah: “Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku.” (QS Az Zumar : 13)



Sesungguhnya rasa takut kepada Allah itu merupakan salah satu perasaan yang diciptakan dalam diri manusia untuk memotivasi mereka dalam menyebarluaskan dan menjaga nilai-nilai Ilahi.



Orang yang benar dalam memposisikan rasa takutnya akan merasakan rahmat Allah samada dalam kehidupan duniawi mahupun ukhrawi.



Rasa takut ini dapat menjadi kuat dan lemah bergantung kepada keyakinan seseorang pada Allah swt.



Jika manusia itu memahami begitu banyak maksiatnya yang akan dihadapkan kepada Allah Yang Maha Agung yang tidak memerlukan apa-apa daripada kita, maka akan timbullah rasa takut.



Maka orang yang paling tinggi rasa takutnya adalah yang paling mengetahui dirinya dan penciptanya.



Firman Allah swt :



“Sesungguhnya hanyalah yang paling takut pada Allah di antara hambanya adalah para ulama’.” (QS Faathir : 28)



Kesan dari rasa takut yang benar adalah jika seseorang sudah benar kefahamannya, maka mulailah rasa takut masuk dihatinya dan memberi kesan pada :



1. Wajahnya yang kelihatan pucat.

2. Perasaannya yang mulai gementar.

3. Tangisannya yang mula kedengaran.



Kemudian kesan itu menjadi penggugah untuk ia meninggalkan maksiat lalu terus membuat komitmen dalam ketaatan dan bersungguh-sungguh dalam beramal.



KATEGORI RASA TAKUT



Rasa takut ini ada yang :



a. Berlebihan.

b. Sederhana.

c. Kurang.



1. Yang berlebihan adalah yang mengakibatkan rasa putus asa dan berpaling dari ketaatan.



2. Yang sederhana akan menimbulkan sikap waspada, hati-hati (wara’), takwa, mujahadah, fikir, zikir, kesihatan fizikal dan kebersihan akal.



3. Yang kurang akan mengakibatkan tidak meninggalkan maksiat yang dilakukan.



Rasa takut para salafus soleh berbagai-bagai :



1. Ada yang takut meninggal sebelum bertaubat.

2. Ada yang takut diuji dengan nikmat.

3. Ada yang takut hilang sifat istiqamah.

4. Ada yang takut su’ul khatimah.

5. Ada yang takut dahsyatnya berdiri di hadapan Allah swt.

6. Ada yang takut dihijab tidak dapat melihat wajah Allah swt di akhirat nanti.



Inilah tingkatan takut para ‘aarifiin’ kerana perasaan takutnya murni kepada kehebatan dan keagungan Allah swt sebagaimana firman-Nya :



“Dan Allah mempertakuti kamu dengan diri-Nya.” (QS Ali Imran : 30)



Di antara mereka ada Abu Darda’ ra yang berkata:



“Tidak seorangpun yang merasa aman dari gangguan syaitan terhadap imannya saat kematiannya.”



Begitu juga dengan Sufyan Ats-Tsauriy ketika saat wafatnya menangis, maka berkata seseorang:



“Ya Aba Abdullah! Apakah kamu mempunyai banyak dosa?”



Maka Sufyan mengambil segenggam tanah dan berkata:



“Demi Allah, dosaku lebih ringan dari ini, tetapi aku takut diganggu imanku sebelum kematianku.”



Ada pula seorang Nabi yang mengadu kelaparan dan kekurangan pakaiannya kepada Allah swt, maka Allah swt mewahyukan padanya:



“Wahai hambaku, apakah engkau tidak ridha bahwa aku telah melindungi hatimu dari kekafiran selama-lamanya sehingga engkau meminta dunia kepada-Ku?”



Maka Nabi tadi mengambil segenggam tanah lalu menaburkannya di atas kepalanya (kerana rasa syukurnya) sambil berkata:



“Demi Allah, aku telah ridha ya Allah, maka lindungilah aku dari kekafiran.”



Keutamaan rasa takut disebutkan dalam hadits Nabi saw :



“Berfirman Allah swt : Demi Keagungan dan Kekuasaan-Ku tidak mungkin berkumpul dua rasa takut dalam diri hambaku dan tidak akan berkumpul dua rasa aman. Jika ia merasa aman padaKu di dunia maka akan aku buat ia takut di hari kiamat, dan jika ia takut padaKu di dunia maka ia akan aman di akhirat.” (HR Ibnu Hibban)



BEBERAPA CONTOH SIFAT RASA TAKUT



PERTAMA : Takutnya para Malaikat :



“Mereka merasa takut kepada Rabb-nya, dan mereka melakukan apa-apa yang diperintahkan Allah.” (QS An-Nahl : 50)



KEDUA : Takutnya Nabi saw :



“Bahwa Nabi saw jika melihat mendung ataupun angin maka segera berubah menjadi pucat wajahnya. Berkata A’isyah ra: “Ya Rasulullah, orang-orang jika melihat mendung dan angin bergembira kerana akan datangnya hujan, maka mengapa anda cemas?” Jawab beliau saw: “Wahai A’isyah, aku tidak dapat lagi merasa aman dari azab, bukankah kaum sebelum kita ada yang diazab dengan angin dan awan mendung, dan ketika mereka melihatnya mereka berkata: Inilah hujan yang akan menyuburkan kita.” (HR Bukhari dan Muslim)



Dan dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi saw, jika sedang solat, terdengar di dadanya suara desingan seperti air mendidih dalam tungku, kerana tangisannya.



KETIGA : Takutnya para sahabat radiallahuanhum :



a. Abu Bakar ra sering berkata: “Seandainya saya hanyalah buah pohon yang dimakan.”



b. Umar ra sering berkata: “Seandainya aku tidak pernah diciptakan, seandainya ibuku tidak melahirkanku.”

c. Abu ‘Ubaidah bin Jarrah ra berkata: “Seandainya aku seekor kambing yang disembelih keluargaku lalu mereka memakan habis dagingku.”

d. Berkata Imraan bin Hushain ra: “Seandainya aku menjadi debu yang ditiup angin kencang.”



KEEMPAT : Takutnya para tabi’iin :



a. Ali bin Hussein jika berwudhu untuk solat, menjadi pucat wajahnya, maka ditanyakan orang mengapa demikian? Jawabnya: “Tahukah kamu kepada siapa saya akan mengadap?”



b. Berkata Ibrahim bin ‘Isa as Syukriy: “Datang padaku seorang lelaki dari Bahrain ke dalam masjid ketika orang-orang sudah pergi, lalu kami bercerita tentang akhirat dan zikrul maut, tiba-tiba orang itu sedemikian takutnya sampai menghembuskan nafas terakhir saat itu juga.”



c. Berkata Misma’: “Saya menyaksikan sendiri peringatan yang diberikan oleh Abdul Wahid bin Zaid di suatu majlis, maka wafat 40 orang ketika itu juga di majlis itu setelah mendengar ceramahnya.”



d. Berkata Yazid bin Mursyid: “Demi Allah seandainya Rabb-ku menyatakan akan memenjarakanku dalam sebuah ruangan selama-lamanya maka sudah pasti aku akan menangis selamanya, maka bagaimanakah jika ia mengancamku akan memenjarakanku di dalam api?!”



Demikianlah rasa takut para malaikat, nabi-nabi, para sahabat, tabi’iin, ulama’ dan auliya’.



Maka kita sebenarnya lebih patut untuk merasa takut dibandingkan dengan mereka.



Mereka takut bukan kerana dosa melainkan kerana kesucian hati dan kesempurnaan ma’rifah, sementara kita telah dikalahkan oleh kekerasan hati dan kebodohan.



Hati yang bersih akan bergetar hanya kerana sentuhan yang kecil, sementara hati yang kotor tidak berguna baginya nasihat dan ancaman.



Ya Allah, masukkanlah rasa takut ke dalam relung hati kami yang paling dalam terhadap kehebatan dan kekuasaanMu yang mutlak dan hapuskanlah rasa takut kami kepada sesama makhluk. Berilah kesedaran kepada kami melalui rasa takut akan azabMu hingga menjadikan kami sentiasa berhati-hati untuk tidak melanggar larangan-laranganMu dan sebagai motivasi untuk kami mempertingkatkan lagi ibadah kami kepadaMu.



Ameen Ya Rabbal Alameen

Generasi yang berjiwa lemah

Generasi Yang Berjiwa Lemah

Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian,

“Akan datang suatu masa umat lain akan memperebutkan kamu ibarat orang-orang lapar memperebutkan makanan dalam hidangan.”

Sahabat bertanya, “Apakah lantaran pada waktu itu jumlah kami hanya sedikit Ya Rasulullah?”.

Dijawab oleh baginda, “Bukan, bahkan sesungguhnya jumlah kamu pada waktu itu banyak, tetapi kualiti kamu ibarat buih yang terapung-apung di atas laut, dan dalam jiwamu tertanam ‘Al Wahn’ (kelemahan jiwa).”



Sahabat bertanya, “Apa yang dimaksudkan ‘Al Wahn’ (kelemahan jiwa), Ya Rasulullah?”



Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati!”. (HR Abu Daud)



CINTA DUNIA DAN TAKUT MATI

Inilah ungkapan ringkas yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad saw 14 abad yang lalu untuk menggambarkan betapa lemahnya jiwa dan mental generasi akhir zaman.



Apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw tersebut nampaknya kini telah menjadi kenyataan.



Setiap hari kita menyaksikan peristiwa demi peristiwa dan berbagai ragam tingkah laku manusia di sekeliling kita yang sesungguhnya telah jauh dari nilai-nilai kebenaran yang diajarkan oleh Allah dan rasulNya melalui Al-Qur’an dan As Sunnah.



PENYELEWENGAN ORIENTASI KEHIDUPAN



‘Al-Wahn’ (cinta dunia dan takut mati) memang membuatkan manusia kehilangan arah dan orientasi hidup.



PERTAMA : Mereka tidak lagi mengenal tujuan hidupnya yang hakiki untuk mencari ridha Allah swt sepertimana firman Allah swt :



“Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS Al Anaam : 163)

KEDUA : Mereka juga tidak sedar akan tugas kehidupannya untuk mengabdikan diri kepadaNya dalam berbagai aspek kehidupan.



“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu. (QS Az Zaariat : 56)

KETIGA : Mereka lupa akan peranan hidupnya yang agung iaitu menjadi khalifah atau wakil Allah untuk mewujudkan kehendak Ilahi di muka bumi.



“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa darjat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaanNya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Anaam : 165)

KEEMPAT : Mereka alpa bahwa merekalah sepatutnya sebagai penerus risalah Islam yang menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada seluruh umat manusia dan membelanya.



“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran : 110)

Mereka jauh dari Al-Qur’an dan As Sunnah sebagai pedoman hidup. Maka jadilah mereka pengkagum dunia.



Padahal Nabi saw telah mengingatkan mereka :



“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (enak dipandang), dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu khalifah di dalamnya. Allah akan melihat apa yang kamu kerjakan. Maka berhati-hatilah pada dunia dan berhati-hatilah pada wanita. Sesungguhnya pertama kali fitnah yang melanda Bani Israel adalah tentang wanita”. (HR Muslim)



Kini tidak sedikit di antara manusia yang bersaing meraih jawatan. Namun sayang, jawatan itu mereka ambil dengan tidak mengindahkan hak-haknya. Meraih jawatan bukan untuk berkhidmat, tapi untuk memperkayakan diri.



Tentang sikap jiwa atau mental seperti ini, Nabi saw bersabda :



“Sesungguhnya di antara kamu ada yang bercita-cita menjadi penguasa, padahal yang demikian itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat. Kerana sebaik-baik seorang ibu adalah yang mahu menyusui anaknya dan sejelek-jelek ibu adalah yang tidak mahu menyusui anaknya” (HR Bukhari)



Kepimpinan bukanlah sesuatu yang kotor dan busuk. Bahkan ia adalah kebaikan di sisi Allah swt, asal sahaja kita mampu memikulnya dengan menunaikan hak-haknya.



Zaid bin Tsabit pernah berkata ketika ia berada di samping Nabi saw :



“Seburuk-buruk perkara adalah kepimpinan.”



Mendengar hal itu Nabi saw menyanggahnya :



“Sebaik-baik perkara adalah kepimpinan, bagi orang yang mengambilnya dengan hak-haknya. Dan seburuk-buruk perkara adalah kepimpinan, bagi orang yang mengambilnya dengan cara yang tidak benar, maka kelak hanya akan mengundang kekecewaan pada hari kiamat.” (HR Thabrani)



IBADAH BERBENTUK ADAT ISTIADAT FORMAL



Keburukan lain yang seringkali terserlah adalah fenomena ibadah berbentuk adat istiadat formal yang bercampur kemunafikan.



Ramai manusia yang mengaku beragama Islam, tapi perbuatannya sehari-hari tidak mencerminkan ajaran Islam sama sekali.



Islam hanya dilihat sekadar identiti formal yang tertera di surat-surat penting untuk memudahkan urusan-urusan pentadbiran sementara kehidupannya sehari-hari dipenuhi oleh kedurhakaan pada syariat Islam.



1. Solat sering ditinggalkan tanpa perasaan berdosa.

2. Zakat tidak ditunaikan secara sempurna.

3. Haji dijadikan sebagai wasilah untuk suatu temasya.

4. Mushaf Al-Qur’an disimpan dengan rapi di almari, tidak dibaca, tidak dipelajari dan tidak diamalkan. Ia hanya menjadi aksesori dan instrumen penghias dalaman rumah sekaligus menjadi alat penjaga imej.

5. Masjid-masjid banyak dibangunkan, tapi tidak aktif dalam memakmurkannya.

6. Ramai manusia yang lebih suka berdiskusi dan berbicara tentang Islam tapi malas untuk mengamalkan ajarannya secara sempurna.



Huzaifah pernah ditanya, “Apa itu nifaq?”,

Hudzaifah menjawab, “Kamu berbicara tentang Islam, tapi kamu tidak mengamalkan ajarannya”. (Dikutip dari Musnad Ar-Rabi’)



Ya, ramai orang yang pandai berbicara tentang Islam, tapi sebenarnya ia tidak mengimani dan tidak mengamalkan ajarannya. Apa yang keluar dari mulutnya tidak lebih dari hanya kumpulan kata-kata retorik sekadar untuk membuatkan orang terkagum-kagum pada ‘otot-otot intelektual’nya.

Nabi saw bersabda :



“Akan datang pada manusia satu zaman, di kala itu Islam tidak tinggal melainkan namanya, dan Al-Qur’an tidak tinggal melainkan tulisannya, masjid-masjidnya bagus namun kosong dari petunjuk, ulama-ulamanya termasuk manusia paling jelek yang berada di bawah langit, kerana dari mereka timbul beberapa fitnah dan akan kembali kepada mereka”. (HR Baihaqi)



KEHILANGAN INTEGRITI DIRI



Sudah sepatutnyalah apabila Nabi saw menyifatkan umat akhir zaman dengan kalimah ‘hubbud dunya wa karahiyatul maut’ kerana bersangatan terpikatnya mereka kepada dunia di mana kebanyakan dari mereka tidak lagi memperhatikan halal dan haram.



Nabi Muhammad saw bersabda :



“Akan datang satu masa kepada manusia, di mana pada masa itu seseorang tidak lagi memperdulikan apa yang diambilnya, apakah dari yang halal atau dari yang haram”. (HR Bukhari dan Nasa’i)



Bukan hanya itu, mereka pun juga tidak lagi menghargai kejujuran. Mereka beranggapan kejujuran itu tidak akan mendatangkan keuntungan sementara kebohongan dan kata-kata palsu dianggapnya lebih mudah disandarkan untuk mengaut keuntungan sebanyak-banyaknya.



“Akan datang satu masa kepada manusia, yang di dalamnya manusia tidak kuasa mencari penghidupan melainkan dengan cara maksiat. Sehingga seorang laki-laki berani berdusta dan bersumpah. Apabila masa itu telah datang, hendaklah kamu berlari.”

Ditanyakan kepada baginda, “Ya Rasulullah, ke mana harus berlari?”

Baginda menjawab, “Kepada Allah dan kepada kitabNya serta kepada sunnah NabiNya.” (HR Ad-Dailami)



KERUNTUHAN MORAL



Akhlak buruk telah bermaharajalela; kegiatan samseng, kekerasan dan pornografi telah menjadi tontonan dan berita seharian. Malah rasa kemanusiaan seolah-olahnya telah hilang ditelan bumi.



Fenomena seperti ini mengingatkan kita kepada salah satu hadits Rasulullah saw :



“Dua golongan dari ahli neraka yang belum kami ketahui iaitu segolongan kaum yang membawa cemeti seperti ekor lembu untuk memukul manusia; dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menari-nari sambil menggelengkan kepalanya seperti punuk unta. Mereka itu tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium baunya, padahal syurga itu dapat dicium dari perjalanan sejauh sekian dan sekian.”

Dalam riwayat lain: “Sesungguhnya bau syurga itu dapat dicium dari perjalanan sejauh lima ratus tahun.” (HR Muslim)



Keruntuhan moral merebak begitu cepat sehingga :



a. Ia mampu menghapuskan rasa tanggung jawab untuk mendidik anak-anak.

b. Ia merasa tidak perlu lagi menghormati orang tua.

c. Ia tidak lagi menyayangi mereka yang lebih muda.

d. Tidak ada yang dipedulikan kecuali semata-mata untuk kenikmatan badan.



“Apabila zaman telah dekat (kiamat), seorang laki-laki mendidik anjing lebih baik daripada mendidik anaknya. Tidak ada rasa hormat pada yang lebih tua dan tidak ada rasa kasih sayang pada yang lebih muda; dan banyak anak-anak hasil perzinaan, hingga banyaklah laki-laki menyantap perempuan di jalanan, mereka berbulu kambing namun berhati serigala.” (HR Al-Hakim & Thabrani)



Betapa malang dan ruginya mereka.



“Hubbud dunya wa karahiyatul maut” telah menggiringnya begitu jauh dari hidayah Al-Qur’an.



1. Di manakah para penyeru kebenaran?

2. Di manakah pejuang amar ma’ruf nahi munkar?

3. Di manakah pembawa panji-panji Al-Qur’an?



Apakah kemaksiatan sudah begitu memuncak dan menjadi dinding penghalang keberkatan wahyu Al-Qur’an?



Nabi saw bersabda :



“Apabila ummatku mengagungkan dunia, maka dicabutlah kehebatan Islam darinya; dan apabila mereka meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, maka terdindinglah keberkatan wahyu (Al-Qur’an)” (HR Tirmizi)



Ya Allah, jauhkanlah kami dari dijangkiti penyakit “Al Wahn” iaitu ‘cinta dunia dan takut mati’ kerana kedua-duanya adalah ibu kepada segala penyakit dan kerosakan yang akan membawa manusia kepada segala bentuk penyelewengan dari orientasi kehidupan yang sebenarnya serta akhirnya melemahkan kekuatan umat Islam dalam berhadapan dengan musuh-musuh mereka.



Ameen Ya Rabbal Alameen

Selasa, 03 Mei 2011

in my keluarga

pilosofi keluarga
Keluarga inti, terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya.

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta "kulawarga". Kata kula berarti "ras" dan warga yang berarti "anggota".[1] Keluarga adalah lingkungan di mana terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.[1]

Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.[1]
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Pengertian
* 2 Tipe keluarga
* 3 Peranan keluarga
* 4 Tugas keluarga
* 5 Fungsi Keluarga


* 6 Bentuk keluarga
o 6.1 Berdasarkan lokasi
o 6.2 Berdasarkan pola otoritas
* 7 Subsistem sosial
* 8 Referensi

[sunting] Pengertian

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. [2]

Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. [3]
[sunting] Tipe keluarga

Ada beberapa tipe keluarga yakni keluarga inti yang terdiri dari suami,istri, dan anak atau anak-anak, keluarga konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak-anak mereka, dimana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orang tua. [4]: Selain itu terdapat juga keluarga luas yang ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga aslinya.[5]Keluarga luas ini meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keluarga nenek. [6]
[sunting] Peranan keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.[6]

Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.[6]Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.[6]Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.[6]
[sunting] Tugas keluarga

Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut[rujukan?]:

1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
4. Sosialisasi antar anggota keluarga.
5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.

[sunting] Fungsi Keluarga

Fungsi yang dijalankan keluarga adalah :

1. Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak.[4]
2. Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.[4]
3. Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.[4]
4. Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.[4]
5. Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.[4]
6. Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.[4]
7. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.[4]
8. Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi selanjutnya.[4]
9. Memberikan kasih sayang, perhatian,dan rasa aman diaantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.[4]

[sunting] Bentuk keluarga

Ada dua macam bentuk keluarga dilihat dari bagaimana keputusan diambil, yaitu berdasarkan lokasi dan berdasarkan pola otoritas [7].
[sunting] Berdasarkan lokasi

* Adat utrolokal, yaitu adat yang memberi kebebasan kepada sepasang suami istri untuk memilih tempat tinggal, baik itu di sekitar kediaman kaum kerabat suami ataupun di sekitar kediamanan kaum kerabat istri;
* Adat virilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami;
* Adat uxurilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri harus tinggal di sekitar kediaman kaum kerabat istri;
* Adat bilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat tinggal di sekitar pusat kediaman kerabat suami pada masa tertentu, dan di sekitar pusat kediaman kaum kerabat istri pada masa tertentu pula (bergantian);
* Adat neolokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat menempati tempat yang baru, dalam arti kata tidak berkelompok bersama kaum kerabat suami maupun istri;
* Adat avunkulokal, yaitu adat yang mengharuskan sepasang suami istri untuk menetap di sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu (avunculus) dari pihak suami;
* Adat natalokal, yaitu adat yang menentukan bahwa suami dan istri masing-masing hidup terpisah, dan masing-masing dari mereka juga tinggal di sekitar pusat kaum kerabatnya sendiri .

[sunting] Berdasarkan pola otoritas

* Patriarkal, yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh laki-laki (laki-laki tertua, umumnya ayah)
* Matriarkal, yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh perempuan (perempuan tertua, umumnya ibu)
* Equalitarian, yakni suami dan istri berbagi otoritas secara seimbang.

[sunting] Subsistem sosial

Terdapat tiga jenis subsistem dalam keluarga, yakni subsistem suami-istri, subsistem orang tua-anak, dan subsitem sibling (kakak-adik).[8] Subsistem suami-istri terdiri dari seorang laki-laki dan perempuan yang hidup bersama dengan tujuan eksplisit dalam membangun keluarga.[8] Pasangan ini menyediakan dukungan mutual satu dengan yang lain dan membangun sebuah ikatan yang melindungi subsistem tersebut dari gangguan yang ditimbulkan oleh kepentingan maupun kebutuhan darti subsistem-subsistem lain.[8] Subsistem orang tua-anak terbentuk sejak kelahiran seorang anak dalam keluarga ,subsistem ini meliputi transfer nilai dan pengetahuan dan pengenalan akan tanggungjawab terkait dengan relasi orang tua dan anak.[8]
[sunting] Referensi

1. ^ a b c Situs Warta Warga Universitas Guna Darma: Keluarga
2. ^ Sugeng Iwan, “Pengasuhan Anak dalam Keluarga”
3. ^ Baron, R. A dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga
4. ^ a b c d e f g h i j Richard R Clayton. 2003. The Family, Mariage and Social Change. hal. 58
5. ^ Anita L. Vangelis.2004.Handbook of Family Comunication.USA:Lawrence Elbraum Press. hal 349.
6. ^ a b c d e Jhonson,C.L.1988.Ex Familia.New Brunswick:Rutger University Press.
7. ^ Fr Tderique Holdert dan Gerrit Antonides, “Family Type Effects on Household Members Decision Making”, Advances in Consumer Research Volume 24 (1997), eds. Merrie Brucks and Deborah J. MacInnis, Provo, UT : Association for Consumer Research, Pages: 48-54
8. ^ a b c d Minuchin, S (27 April 1974). Families and Family Therapy. Cambridge, MA: Harvard University Press.