Senin, 18 November 2013

Kreatifitas dan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

TUGAS INDIVIDU
KREATIFITAS DAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)
O
L
E
H

Nama                                     :   HENRA SAPUTRA TANJUNG
NIM                                      :   8136171026
Prodi / Kelas                         :   DIKMAT A-3
M. Kuliah                             :   METODOLOGI PEMB. MAT.
Dosen Pembimbing              :   Dr. EDI SYAHPUTRA, M.Pd







PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED)
2013
Kreatifitas dan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
A.    Pentingnya Kreatifitas
Di dunia yang begitu cepat berubah, kreativitas menjadi penentu keunggulan. Daya kompetitif suatu bangsa sangat ditentukan pula oleh kreativitas sumber daya manusianya. Kreativitas juga menjadi prasyarat bagi kesuksesan hidup individu. Kesuksesan hidup individu sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk secara kreatif menyelesaikan masalah, baik dalam skala besar maupun kecil. Individu yang kreatif dapat memandang suatu masalah dari berbagai persepktif berbeda. Cara pandang demikian memungkinkan individu tersebut memperoleh berbagai alternatif solusi yang sesuai untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa telah menjadi kecenderungan dalam revolusi pendidikan matematika. Pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis didasari oleh keyakinan atau pandangan bahwa semua individu mempunyai potensi kreatif, keyakinan bahwa kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan, dan keyakinan bahwa berpikir kreatif dapat terjadi pada semua bidang termasuk matematika, dan keyakinan bahwa Pengembangan kemampuan berpikir kreatif juga hendaknya memperhatikan dimensi kemampuan berpikir kreatif, seperti dimensi sikap, dimensi kemampuan, dimensi proses, dan dimensi lingkungan kreatif. Mendasarkan pada berbagai dimensi tersebut, pengembangan kemampuan berpikir kreatif dilakukan dengan menciptakan iklim pembelajaran yang mengembangkan sikap dan kemampuan kreatif siswa.
Pengembangan kemampuan berpikir kreatif juga didasari oleh pandangan bahwa kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan pada setiap jenjang usia siswa. Bahkan menurut Griffith dalam jurnal Mahmudi (2008:8), kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan sedini mungkin. Diyakini bahwa setiap anak merupakan individu kreatif. Betapa kreatifnya mereka dapat dilihat dari aktivitas alamiah dalam keseharian mereka. Seiring bertambahnya usia, kreativitas itu justru sering berkurang bahkan menghilang. Ironisnya, hal itu diduga disebabkan oleh proses pembelajaran yang tidak mengembangkan potensi kreatif mereka. Namun demikian, melalui proses pembelajaran dengan strategi tertentu yang dirancang dengan baik, menurut Couger el al dalam jurnal Mahmudi (2008:8) guru dapat membantu siswa memulihkan kembali rasa ingin tahu alaminya atau potensi kreatifnya sebagaimana ditunjukkan pada masa kecilnya. Dalam pembelajaran matematika, pengembangan kemampuan berpikir kreatif dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan menggunakan soal-soal terbuka (openended problem).
Menurut Takahashi (2006:12), soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. Menurut Silver (1997:10), penggunaan masalah terbuka memberikan siswa sumber pengalaman yang kaya dalam menginterpretasikan masalah dan memungkinkan siswa menghasilkan solusi berbeda. Siswa tidak hanya menjadi lancar (fluent) dalam membuat soal berbeda dari situasi yang diberikan, tetapi juga dapat mengembangkan komponen kreatif lainnya yaitu fleksibilitas yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk menghasilkan solusi berbeda dari soal yang diberikan.
Kreativitas sering diasosiasikan dengan suatu produk kreatif. Meskipun demikian, menurut Dickhut (2007:9), kreativitas dapat pula ditinjau dari prosesnya. Dihasilkannya suatu produk kreatif, apapun jenisnya, pasti didahului oleh konstruksi ide kreatif. Ide kreatif ini dihasilkan melalui proses berpikir yang melibatkan aktivitas kognitif. Proses demikian disebut sebagai proses berpikir kreatif. Keterkaitan antara kreativitas dan berpikir kreatif juga dijelaskan oleh Puccio dan Murdock dalam jurnal Mahmudi (2008:5) yang menyatakan bahwa berpikir kreatif diasosiasikan dengan proses dalam kreativitas. Proses kreatif merujuk pada usaha individu untuk menghasilkan solusi atau produk kreatif.
Menurut McGregor dalam jurnal Mahmudi (2008:6), berpikir kreatif merupakan salah satu jenis berpikir (thinking) yang mengarahkan diperolehnya wawasan (insight) baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam memahami sesuatu. Biasanya, berpikir kreatif terjadi ketika dipicu oleh tugas-tugas atau masalah yang menantang. Sedangkan Isaksen et al (Mahmudi, 2008:6) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai proses diperolehnya ide yang menekankan pada aspek kefasihan (fluently), fleksibilitas (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration) dalam berpikir. Tampak bahwa terdapat kesamaan karakteristik atau komponen antara berpikir kreatif dan kreativitas, yaitu kebaruan, kefasihan, fleksibilitas, dan elaborasi. Kesamaan komponen inilah yang menjadi alasan mengapa kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian atau bahkan kedua istilah ini dianggap sama. Dua istilah ini dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang, saling berkaitan. Tidak akan ada kreativitas tanpa proses berpikir kreatif dan sebaliknya proses berpikir kreatif akan berimplikasi pada dihasilkannya produk kreatif yang sering diasosiasikan sebagai kreativitas. Biasanya, istilah kreativitas merujuk pada produk kreatif yang berwujud fisik nyata (touchable), sedangkan istilah berpikir kreatif lebih merujuk pada produk kreatif yang tidak berujud fisik (untouchable), seperti jasa layanan baru atau rumus-rumus matematika.
Apakah terdapat kreativitas dalam matematika? Barangkali pertanyaan ini sering diungkapkan orang yang memandang matematika sebagai ”ilmu pasti” yang sering dikaitkan dengan hasil tunggal yang ”pasti” atau bersifat konvergen, sehingga tidak terbuka kemungkinan munculnya kreativitas. Namun demikian, menurut Pehnoken (1997:7), kreativitas tidak hanya ditemukan dalam bidang tertentu, misalnya seni dan sains, melainkan juga merupakan bagian kehidupan sehari-hari. Kreativitas dapat ditemukan juga dalam matematika. Menurut Bishop (Pehnoken, 1997:9) seseorang memerlukan dua keterampilan dalam berpikir matematis, yaitu berpikir kreatif, yang sering diidentikkan dengan intuisi, dan kemampuan berpikir analitik, yang diidentikkan dengan kemampuan logis. Senada dengan hal itu, Kiesswetter (Pehnoken, 1997:9) menyatakan bahwa berdasarkan pengalamannya, kemampuan berpikir fleksibel yang merupakan salah satu komponen kreativitas merupakan salah satu dari kemampuan penting, bahkan paling penting, yang harus dimiliki individu dalam memecahkan masalah matematika. Pendapat ini menegaskan bahwa kreativitas juga terdapat dalam matematika.
Haylock (Mahmudi, 2008:5) menyatakan bahwa kreativitas dalam matematika harus didefinisikan dalam area kreativitas dan matematika. Menurutnya, kreativitas matematika mempunyai pengertian sama dengan kreativitas dalam matematika sekolah. Kecenderungan orang yang memandang bahwa matematika tidak mempunyai kesamaan karakteristik sama dengan kreativitas dapat ditilik dari adanya pandangan bahwa pada umumnya orang tidak melihat adanya suatu produk nyata matematika yang dikategorikan kreatif. Pembicaraan kreativitas dalam matematika lebih ditekankan pada aspek prosesnya, yakni proses berpikir kreatif. Oleh karena itu, kreativitas dalam matematika lebih tepat diistilahkan sebagai berpikir kreatif matematis (mathematical creative thinking). Meskipun demikian, dalam tulisan ini, istilah kreativitas dalam matematika, kreativitas dalam pembelajaran matematika, kreativitas dalam matematika sekolah, dan berpikir kreatif matematis, sering digunakan bergantian.
Bergstom (Pehnoken, 1997:7) mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif sebagai “performance where the individual is producing something new and unpredictable”. Krutetskii (Mann, 2005) mengidentikkan berpikir kreatif matematis dengan pembuatan soal atau problem formation (problem finding), penemuan (invention), kebebasan (independence), dan keaslian (originality). Sedangkan menurut Holland (Mahmudi, 2008:7) berpikir kreatif matematis mempunyai beberapa komponen, yaitu kelancaran (fluently), fleksibilitas (flexibility), keaslian (originality), elaborasi (elaboration), dan sensitivitas (sensitivity).
Sedangkan menurut Treffinger (Mahmudi, 2008:7), setiap individu mempunyai potensi kreatif. Memperkuat hal itu, Alexander (2008:7) mengemukakan bahwa kreativitas dapat dikembangkan tanpa memperhatikan level kreativitasnya. Pendapat terakhir ini menginformasikan bahwa level kreativitas individu berbeda-berbeda. Pengembangan kreativitas dimaksudkan untuk mengembangkan potensi kreatif individu sesuai levelnya. Guilford (Mahmudi, 2008:8) mengistilahkan kreativitas sebagai produksi divergen (divergent production) atau sering juga disebut berpikir divergen. Produksi divergen mempunyai 4 komponen, yaitu kelancaran (fluency), fleksibilitas (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration).
Kelancaran merujuk pada kemudahan untuk menghasilkan ide atau menyelesaikan masalah. Fleksibilitas merujuk kemampuan untuk meninggalkan cara berpikir lama dan mengadopsi ide-ide atau cara berpikir baru. Fleksibilitas juga ditunjukkan oleh beragamnya ide yang dikembangkan. Keaslian merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang tidak biasa (unpredictable). Keaslian juga terkait dengan seberapa jarang suatu ide dihasilkan. Sedangkan elaborasi merujuk pada kemampuan untuk memberikan penjelasan secara detail atau rinci terhadap skema umum yang diberikan.

B.     Fakta Rendahnya Kreatifitas
Secara eksplisit, kreativitas juga menjadi salah satu standar kelulusan siswa terkait pembelajaran matematika (Depdiknas, 2006). Dikehendaki, lulusan SMP maupun SMA, mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama. Kemampuan ideal demikian diharapkan dapat dicapai melalui proses pembelajaran yang dirancang dengan baik.
 Saat ini, harapan ideal terhadap institusi pendidikan dalam pengembangan kreativitas, secara umum, belum mewujud nyata. Setidaknya, hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Bentley (Mahmudi, 2008:), bahwa sebanyak dua pertiga orang di Amerika yang berumur 16 sampai 25 tahun menyatakan bahwa institusi pendidikan tidak menyiapkan mereka menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari. Sedangkan salah satu kemampuan yang membantu mereka siap menghadapi tantangan tersebut adalah kreativitas.
Peran institusi pendidikan dalam mengembangkan kreativitas yang kurang optimal dapat disebabkan beberapa faktor. Faktor itu di antaranya adalah persepsi mengenai kreativitas yang tidak tepat oleh guru. Pada umumnya guru mengasosiasikan individu kreatif dengan sikap menganggu, membuat gaduh, dan tidak dapat dikendalikan. Selain itu, kreativitas juga diasosiasikan sebagai kemampuan individu jenius yang berkemampuan luar biasa pada bidang-bidang tertentu seperti seni atau sains. Sementara bidang-bidang lain, seperti matematika, dipandang tidak mempunyai kesamaan karakteristik dengan kreativitas.
Sampai saat ini perhatian terhadap pengembangan kreativitas masih relative rendah. Setidaknya hal ini diindikasikan oleh sedikitnya artikel atau penelitian terkait dengan pengembangan kemampuan tersebut, yakni hanya terdapat 44 dari 2.426 artikel atau kurang dari 2%, yang terdapat dalam data base Educational Resources Information Center (ERIC) pada bulan September 2002 (Mahmudi, 2008:2). Dengan demikian, saat ini, masih terbuka peluang untuk mengeksplorasi kemampuan berpikir kreatif serta upaya pengembangannya. Dalam tulisan ini akan dilakukan tinjauan terhadap kreativitas dalam pembelajaran matematika dan pengembangannya.

C.    Keunggulan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Menurut Treffers (Soviawati, 2011: 81-82) ada beberapa karakteristik Pendekatan Matematika Realistic (PMR):
a. Menggunakan konteks dunia nyata, yang menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari
b. Menggunakan model-model (matematisasi), artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.
c. Menggunakan produksi dan konstruksi, dengan pembuatan produksi bebas siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
d. Menggunakan interaksi, secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
e. Menggunakan keterkaitan (intertwinment), dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
            Dalam menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) ada bebarapa keuntungan mengunakannya pendekatan ini dalam proses belajar mengajar. Menurut Utari (Tandililing,2011:3) ada beberapa keuntungan menggunakan pendekatan matematika realistik yaitu:
1.      Melalui penyajian masalah kontekstual pemahaman konsep siwa meningkat dan bermakna, mendorong siswa untuk memahami keterkaitan matematika dengan dunia sekitar.
2.      Siswa terlibat langsung dalam proses doing math sehingga mereka tidak takut belajar matematika.
3.      Siswa dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari bidang studi lainnya.
4.      Member peluang pengembangan potensi dan kemampuan berpikir alternative.
5.      Kesempatan cara pengelesaiaan berbeda.
6.      Melalui belajar berkelompok, siswa dilatih untuk menghargai pendapat orang lain.
Karena matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal. Cara-cara informal yang ditunjukkan oleh siswa digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep matematika.

D.    Daftar Pustaka

Dickhut, J. E. (2007). A Brief Review of Creativity. [Online]. Tersedia://
deseretnews.com/dn/view/0,1249,510054502,00.html. [5 Maret 2008].

Mahmudi, Ali. (2008). Tinjauan Kreatifitas dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Termuat  pada Jurnal Pythagoras Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Volume 4, Nomor 2, Desember 2008, ISSN 1978-4538

Mann, E.L. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students. Disertasi University of Connectitut. [Online]. Tersedia: http://www.gifted.uconn.edu/siegle/Dissertations/Eric%20Mann.pdf". [3 November 2012]

Pehnoken, E. (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity. [Online] Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM) – The International Journal on Mathematics Education. Tersedia: http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a1.pdf . [3 November 2012]

Soviawati, Evi. (2011). Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Untuk Meningkatkan kemampuan Berfikir Siswa di Tingkat Dasar. Jurnal Ilmiah Edisi Khusus No 2, Agustus 2011, ISSN 1412-565X.

Takahashi, A. (2008). Communication as Process for Students to Learn Mathematical. [Online]. Tersedia:http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/apec/apec2008/papers/PDF/14.Akihiko_Takahashi_USA.pdf. [3 November 2012].

Tandaling, Edy. (2011). Implementasi Realistic Mathematics Education (RME). Jurnal Ilmiah. Pontianak. Universitas Tanjungpura