Sabtu, 25 Februari 2023

Henra Saputra Tanjung, M.Pd Asesor Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Aceh Dosen STKIP Meulaboh Mahasiswa Doktor Matematika UNIMED Pentingnya Akreditasi Sekolah di Aceh Akreditasi sekolah merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara obyektif, adil, transparan dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Latar belakang adanya kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan. Melihat perkembangan zaman, maka kualitas lulusan SD, SMK, SMA, dan SMK harus mengandung dua unsur utama yaitu kompetensi dan karakter (akhlak). Karakter dasar yang sangat diperlukan adalah jujur, cerdas, tangguh, dan peduli. Sementara penelitian Duckworth (2017) menemukan kunci sukses seseorang adalah grit, yaitu perpaduan antara passion dan resilience. Jika ditelusuri lebih dalam ternyata grit sangat mirip dengan tangguh, yaitu pantang menyerah ketika menghadapi tantangan kehidupan. Terkait dengan karakter, kajian yang dilakukan oleh Singapore (Lim Siong Guan, 2018) relevan untuk dijadikan bahan banding. Kajian itu menemukan bahwa terdapat siklus perubahan karakter dikaitkan dengan kondisi masyarakat, yang diungkapkan sebagai berikut: “Hard time makes strong men, strong men make good time, good time makes weak men, weak men make hard time, hard time makes strong men,” dan seterusnya. Tokoh-tokoh di Singapura sampai pada simpulan bahwa keadaan di Singapura saat ini pada posisi “good time makes weak men,” sehingga dikhawatirkan generasi muda mereka lemah. Oleh karena itu ahli pendidikan di Singapura berusaha merancang pola pendidikan yang mampu menghasilkan “good time makes strong men”. Terkait dengan kompetensi, era digital tampak harus mendapat perhatian serius. Pengertian literasi yang akhir-akhir ini digelindingkan oleh Kemendikbud tidak boleh hanya dimaknai baca tulis, tetapi harus juga mencakup literasi numerik, literasi teknologi, literasi budaya dan sebagainya. Mengapa demikian? World Economic Forum (2016) memprediksi 35% core skills yang ada pada tahun 2015 akan hilang pada tahun 2020, dan sebaliknya akan muncul core skills baru. Oleh karena itu, learning how to learn akan menjadi salah satu kemampuan masa depan. Terkait dengan itu penelitian The Intelligence Unit-The Economist (2016) menemukan empat kompetensi dasar yang diperlukan di era digital yaitu critical thinking, creativity, communication, dan collaboration, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah 4-C. Jauh sebelum itu, penelitian Trilling and Fadel (2009) menemukan tiga kemampuan pokok di Abad 21 yaitu learning and innovation skills, career and life skills, dan information, media, and technology skills. Dalam praktiknya ketiga atau keempat kemampuan tersebut akan melebur menjadi solving problems creatively dan living together in a harmony (Samani et.al, 2016). Akreditasi harus obyektif dan kontekstual. Objektif artinya menggambarkan apa adanya, sehingga masyarakat mempercayai hasilnya. Kontekstual artinya sesuai dengan karakteristik khas sekolah/madrasah. Misalnya, walaupun sama-sama SMP dan sama-sama baik, sangat mungkin ada dua sekolah/madrasah memiliki karakteristik yang berbeda. Dengan demikian masyarakat dapat memilih sekolah/madrasah yang sesuai dengan tujuan menyekolahkan anaknya. Manfaat lain yang tidak kalah pentingnya adalah bagi Dinas Pendidikan dan instansi lain yang memiliki tanggung jawab membina sekolah/madrasah. Potret sekolah/madrasah yang dihasilkan akreditasi dapat menjadi dasar kuat, apa yang harus mendapat penekanan ketika melakukan pembinaan sekolah/madrasah. Oleh karena itu diperlukan kesamaan pandang antara lembaga yang melakukan akreditasi dan lembaga pembina sekolah/madrasah agar manfaat akreditasi dapat maksimal. Dalam kenyataan di lapangan bahwa akreditasi sekolah lebih banyak dimaknai untuk memperoleh status dan pengakuan secara formal saja. Sementara makna sesungguhnya belum banyak diketahui dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Ini terbukti bahwa kinerja sekolah akan meningkat ketika akan dilakukan kegiatan akreditasi dengan menyiapkan seluruh perangkat administrasi sesuai dengan instrument yang ada, sementara setelah akreditasi berlangsung dan memperoleh sebuah pengakuan maka kinerja dari komponen sekolah kembali seperti semula. Hal inilah yang menjadi keprihatinan, maka tulisan ini akan membahas dampak akreditasi sekolah dalam peningkatan kinerja sekolah. Dalam hal ini, maka ada hubungan yang sangat erat antara pelaksaaan akreditasi sekolah dengan upaya peningkatan kinerja sekolah. Sekolah yang akan dilakukan akreditasi maka seluruh komponen yang terlibat di dalamnya baik kepala sekolah, guru, staf tata usaha, komite sekolah, siswa dan stake holder lainnya harus benar-benar bekerjasama dan meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Apabila setiap komponen yang terlibat bekerja sesuai dan memenuhi instrument akreditasi maka akan ada peningkatan kinerja dari sekolah itu. Pengalaman dari penulis yang sekolahnya pernah dilakukan akreditasi maka sebelum dilakukan akreditasi, sekolah melakukan berbagai persiapan yaitu dengan membentuk Tim yang membidangi 4 komponen yang akan dilakukan penilaian. Tugas dari masing-masing tim adalah mencermati dan menyiapkan bukti fisik dari indicator dan instrument yang ada dalam penilaian akreditasi tersebut. Melalui bimbingan dari pengawas sekolah yang ditunjuk sebagai pendamping maka semua komponen sekolah yang terlibat menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan prosedur yang ada setelah semua persiapan dianggap cukup maka sekolah mengisi instrument akreditasi sebagai bentuk melakukan evaluasi diri dan dikirimkan ke badan akreditasi sekolah/madrasah tingkat provinsi. Selanjutnya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh BAS/M provinsi ditindaklunjuti dengan visitasi atau penilaian. Proses menyiapkan diri untuk diakreditasi inilah yang terlihat adanya upaya sekolah untuk meningkatkan kinerja sekolah yaitu masing-masing warga sekolah bekerja sesuai dengan indicator dan instrument akreditasi yang ada dengan harapan untuk memperoleh penilaian kinerja yang terbaik. Dampak Akreditasi sekolah dalam peningkatan kinerja sekolah menunjukkan hal yang signifikan. Dengan adanya akreditasi sekolah mengharuskan stake holder yang ada dalam suatu sekolah menyiapkan segala bentuk perangkat yang akan dinilai untuk memenuhi kriteria seperti yang diharapkan. Adapun dampak yang lain dapat berupa dampak yang bersifat positif dan dampak yang berakibat negative. Dampak positif dari akreditasi sekolah antara lain: 1. Tumbuhnya kesadaran dari warga sekolah untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan tupoksinya masing-masing baik sebagai kepala sekolah, guru, staf TU, siswa dan komite sekolah. 2. Tumbuhnya kesadaran bekerjasama seluruh komponen sekolah untuk mendapatkan penilaian yang terbaik terkait hasil dari akreditasi. 3. Mengetahui kekurangan yang dimiliki oleh sekolah sebagai bahan perbaikan dan pembinaan sekolah ke depan. 4. Tumbuhnya kesadaran meningkatkan mutu pendidikan melalui pencapaian standar yang telah ditetapkan. 5. Tumbuhnya kebanggaan dari segenap warga sekolah dan mempertahankan hasil akreditasi apabila telah memperoleh yang terbaik misalnya terakreditasi A.